Film Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara. 2016:: Drama:: 109 menit:: 13 TAHUN KE ATAS Timor Tengah Utara, Ciwidey, Katolik, Guru, Identitas (6.5 / 10) (3) Produser Hamdhani Koestoro Sutradara Herwin Novianto Penulis Jujur Prananto, Gunawan Raharja Pemeran Laudya Cynthia Bella
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Saya adalah penggemar film-film Hollywood, terutama untuk film-film yang populer dan masuk box office amerika, tentu saja tidak ketinggalan film-film Superhero yang kini tengah menjamur akhir-akhir ini, sebut saja Deadpool di awal tahun, lalu BatmanVSuperman, dan yang terakhir Civil War yang menghebohkan bioskop-bioskop di Indonesia."X-Men Appocalypse" sudah tentu masuk dalam radar ku sebagai salah satu film yang harus aku tonton bulan Mei ini. Sudah berminggu-minggu lalu saya menyaksikan trailer2nya, mencari tahu sosok Appocalypse, dan tentu saja sudah menyaksikan 2 film prekuel sebelumnya.. tetapi.. kemudian.. Ada 1 film yang mengusik nurani dan pikiranku.. hingga akhirnya aku membatalkan nonton x-men pada hari itu dan memilih menonton film itu."Aisyah, Biarkan Kami Bersaudara", bukanlah film yang populer bahkan untuk masyarakat Indonesia sendiri, sangat jauh jika dibandingkan dengan AADC2 yang hingga kini 24 April masih tayang di Bioskop. Bahkan saya sendiri pertama kali mengetahui film ini "ada" hanya dari sebuah poster kaca kecil di dinding salah satu bioskop di Bogor. Namun dari sana, rasa penasaran pun timbul, melihat sosok cantik Laudya Cynthia Bella yang berhijab, dengan sekelompok anak-anak yang terlihat seperti dari daerah Indonesia Timur. Tidak ingin rasa penasaran berlarut lama, ku buka youtube app ku, dan ku ketik.. "Aisyah Biarkan kami bersaudara trailer" sumber Dan ketika trailer itu bermain, sontak aku merasa ini adalah salah satu kisah cerita yang unik dan berkesan.. Dimulai dari kisah seseorang bernama Aisyah, gadis sunda berhijab dari daerah Jawa Barat, memilih untuk menjadi guru di sebuah desa terpencil di Nusa Tenggara Timur, khususnya daerah Atambua. Walaupun masih dalam satu Indonesia, Jawa Barat dan NTT memiliki banyak perbedaan yang cukup signifikan mulai dari alam geografisnya, iklim cuaca, juga perbedaan yang bersifat sosial seperti budaya, bahasa, dan Agama. Tentu tidak mudah bagi seorang Aisyah untuk menjadi guru di daerah yang penuh perbedaan, dan tidak seru rasanya jika sebuah film tidak ada yang namanya konflik. Semua itu ditunjukkan dalam trailer tersebut walaupun kemudian film nya tidak sesederhan itu, namun yang terpenting.. aku sudah memantapkan diri untuk menonton film menunggu beberapa hari, hingga akhirnya film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara beredar di Bioskp, hampir bersamaan dengan film Hollywood yang ingin kutonton "X-Men Appocalypse", dan film Indonesia lainnya yang lebih populer dan memiliki budget marketing "My Stupid Boss". Dibintangi oleh Aktris Laudya Cynthia Bella, 2 Komika terkenal Ge Pamungkas dan Arie Keriting, serta aktris senior Lydia Kandou, tidak serta merta membuat film ini terdengar di bioskop-bioskop Indonesia Adanya 2 film itu, sudah dipastikan film Aisyah tidak terlalu terdengar di bioskop-bioskop Indonesia. Baru saja kubuka apps ku, dan ternyata benar saja, film Aisyah ini hanya tayang tidak lebih dari 10 bioskop XXI yang ada di Jakarta Kejamnya XXI terhadap film negeri sendiri. Sumber 21Cineplex Akhirnya pada weekend kemarin, ternyata aku tidak salah memilih untuk menonton "Aisyah BKB" dibandingkan film "X-Men A". Apa yang ada di trailer atau sinopsis, ternyata hanya sekilah dari cerita sesungguhnya yang dihadirkan dalam keseluruhan film. Berbagai Pengalaman dan perjuangan sosok Aisyah di daerah terpencil Atambua, NTT.. membawa saya pada perasaan kagum dan haru, yang diselingi tawa dengan kehadiran sosok Pedro yang diperankan oleh Arie Keriting. Banyak pelajaran dan nilai-nilai kebaikan yang dapat kita ambil dari film ini, khususnya tentang persaudaraan kita dengan orang-orang yang berbeda dengan kita, dibawah bingkai NKRI. Berlokasi syuting langsung di daerah Atambua NTT dan menghadirkan langsung orang2 dan anak2 NTT asli untuk berperan dalam film, menunjukkan langsung kepada kita seperti apa realita kehidupan saudara-saudara kita yang tinggal dibagian timur Indonesia tersebut. sumber Satu catatan penting yang juga aku pelajari, bahwa film-film Indonesia saat ini sudah semakin baik dan berkualitas. Film-film mistis yang berbau pornografi sudah hampir tidak ditemukan lagi dalam dunia perfilman Indonesia. Selain menonton film-film luar negeri, Sudah saatnya kita lebih menghargai dan juga mulai untuk menonton film-film Indonesia yang selain menghibur, juga kaya akan nilai-nilai kebaikan. 1 2 Lihat Humaniora Selengkapnya
Janganlupa nonton #aisyahbiarkankamibersaudara #19mei2016
Pembahasan di artikel ini Ada terlalu banyak kebetulan di film Aisyah Biarkan Kami ini mengalami beberapa kali kesalahan saja Aisyah tidak mematok kisah ini terjadi di tahun kapan, ujaran saya ini otomatis ketika beralih ke substansi, kita mesti memuji bagaimana Jujur Prananto “sengaja” meluberkan berbagai holistik kita seperti tidak sedang menonton film, melainkan melihat manusia-manusia nyata beserta kemungkinan-kemungkinan riil di sekelilingnya. Ada terlalu banyak kebetulan di film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara. Sedikit kebetulan itu menyenangkan, sedang kebanyakan justru bikin komplikasi. Prolog jadi goyah. Meski begitu, setelah mencoba mengendapkan sekian waktu, saya disadarkan bahwa pilihan-pilihan itu memang disengaja. Penonton diajak mengikuti Aisyah, perempuan berjilbab yang menunggu panggilan kerja sebagai guru dari sebuah yayasan. Dia berada di posisi belum pasti tentang kapan jadwal pengangkatannya. Sampai selisih waktu singkat, datang telepon yang mengatakan dia bisa segera menjadi guru kalau mau ditempatkan di Derok, Kabupaten Timor Tengah Utara sebab ada kandidat yang mengundurkan diri. Tanpa punya tendensi macam-macam di awal, dia menerimanya–keputusan mendadak yang justru membuat kaget orang-orang terdekat. Sampai di tempat, Aisyah sadar bahwa ada sangat banyak tantangan yang bakal menghampirinya hari demi hari ke depan. Film ini mengalami beberapa kali kesalahan logika. Dan itulah mengapa saya di awal menyinggung kata “kebetulan” dengan penekanan. Karena terlalu banyak “kebetulan” yang coba disisipkan, naskahnya pun kewalahan. Timeline di layar agak susah kalau coba disesuaikan dengan pola berpikir realistis. Pada bagian ini, ingat bahwa bahasan kita masih di perkara logika belum substansi. Ambil contoh yang paling kentara penempatan Natal dan Idul Fitri yang tidak terpaut jauh jarak perayaannya. Kalau saja Aisyah tidak mematok kisah ini terjadi di tahun kapan, ujaran saya ini otomatis gugur. Sayangnya, departemen production design kedodoran lewat dimasukkannya elemen-elemen penunjuk “kekinian” semacam smartphone, motor, mobil, dan sebagainya. Kalau saya tidak salah perkiraan, dengan seting waktu yang dipertunjukkan semestinya film ini berada jauh sebelum smartphone populer, atau malah terletak di masa depan sekalian. Baru ketika beralih ke substansi, kita mesti memuji bagaimana Jujur Prananto “sengaja” meluberkan berbagai realita. Dengan posisi Indonesia seperti sekarang ini 2016, berbagai fragmennya adalah wujud kegelisahan yang bisa dialami dan diamini oleh semua orang. Coba tengok, baru juga di awal, kita sudah disambut dengan peringatan 100 hari meninggal. Selanjutnya kita akan melihat bagaimana etnisitas sebenarnya bukanlah masalah besar. Aisyah yang perempuan, muslimah, dan Sunda tinggal bersama masyarakat adat yang berbeda agama, penduduk asli NTT, malahan Aisyah dilindungi-diayomi langsung oleh tetuanya. Banyak sekali penyajian semacam ini. Dan secara jujur, relasi dengan kondisi sekarang di mana banyak bermunculan orang bersumbu pendek, kehangatan dalam film Aisyah sukses membuat haru dan merinding. Sentimen buruk lahir karena salah paham, salah informasi seperti yang dialami Lordis Defam diperankan Dionisius Rivaldo Moruk, dan minimnya kesadaran bersosial. Layaknya karakter Aisyah, ini bukanlah film yang sempurna. Kalau sempurna, pasti film ini bisa menaruh product placement dengan lebih baik, bisa membangun jembatan plot yang utuh, bisa memberikan konklusi yang tidak se-lite ini. Namun, Aisyah melalui akting natural Laudya Cynthia Bella adalah sosok yang mau menjalani dan hidup menerima sekaligus belajar dari keadaan sekitar. Di beberapa bagian, melakukan kesalahan itu wajar. Secara holistik kita seperti tidak sedang menonton film, melainkan melihat manusia-manusia nyata beserta kemungkinan-kemungkinan riil di sekelilingnya. Aisyah Biarkan Kami Bersaudara memperoleh dari 10 bintang. Film ini telah ditonton pada 30 Oktober 2016, review resmi ditulis pada 30 Oktober, 26 Desember, dan 31 Desember 2016. Visited 883 times, 1 visits today
- Щиլаλωդθ ентеտօкт
- ዞχጳгըկω χаբխйеր
- Оμоቿεкеկо ի
Reviews Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara. Berani. Mungkin satu kata ini yang pantas untuk menggambarkan karakter Aisyah (diperankan oleh Laudya Cynthia Bella) di dalam film garapan Herwin Novianto ini. Aisyah yang seorang sarjana pendidikan masih menunggu panggilan pekerjaan. Ia sangat bermimpi bisa menjadi guru di sekolah pedalaman.
Kamisangat menghargai setiap data yang Anda bagi dengan kami. Silakan lihat laman Kontribusi untuk keterangan lebih lanjut. Persari mendatangkan 12 teknisi India untuk membuat Djandjiku (1956).
DownloadFilm Indonesia Komedi Moderen Gokil Judul : Komedi Moderen Golik Dated Released : 17 september 2015 Quality Download 5PM (LIMA PENJURU MASJID) 2018 Mereka yang Hatinya Terpaut Pada Masjid Film Mau Jadi Apa ? bercerita tentang kisah hidup dari Soleh Solihun pada saat kuliah. Saat itu tahun
Kamisangat menghargai setiap data yang Anda bagi dengan kami. Silakan lihat laman Kontribusi untuk keterangan lebih lanjut. Di Singapura Terang Boelan (1937) menghasilkan S$ 200.000 dalam dua bulan.
. 464 435 162 290 331 346 164 429
nonton film indonesia aisyah biarkan kami bersaudara